Senin, 24 November 2014

The Fault in Our Stars (Novel & Film)

Let me tell you a story abt this film, atau lebih tepatnya novel, atau dari versi novel hingga film. Ini merupakan buku John Green yang pertama kali aku baca tahun 2013 lalu. Selanjutnya ketagihan dengan karya-karya young adult lain miliknya, yang banyak dipuja-puji penikmat novel genre ini. Sedikit membahas tentang John Green, ciri khas dan thing(s) that make John Green so interest are, karyanya yang selalu disisipi dengan "bahasa matematika" ketika menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Namun terkadang pembaca tidak menyadari rahasia bahasa matematika yang invisible tersebut.

cover TFiOS dari novel hingga layar lebar

Back to TFiOS, sebelum kamu menonton film TFiOS you should read the novel (i dont really cry in movies), atau minimal membaca novelnya setelah kamu tertarik menonton filmnya, kenapa? Karena kalau dibaca dan dipahami dengan hati-hati, TFiOS ternyata jauh lebih kompleks daripada yang kita kira, baik kompleks isinya maupun kompleks efek sesudahnya. Dan aku sarankan lagi buat baca versi aslinya, bukan terjemahannya. Karena di versi terjemahan, banyak adegan yang dipotong --yang menurutku itu mengurangi the essential of the story. Lagipula, ada beberapa kata yang ketika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia jadi kuarng lucu dan nggak nyambung. Walau demikian, baik versi english maupun versi bahasa sama-sama worth it untuk dibaca kok.

Sutradara : Josh Boone |
Produser : Wyck Godfrey, Marty Bowen |
Writer : Scott Neustadter, Michel H. Weber |
Durasi : 126 min

the review :
It is a teen story, indeed. Dibuka oleh Hazel Grace (Shailene Woodley) dengan dialog di first chapter yang sudah bikin aku sedikit menangis "I didn't tell him that the diagnosis came three months after I got my first period. Like: Congratulations! You're a woman. Now die". (2.13). Ia didiagnosa mengidap kanker tyroid yang sudah mulai menyebar ke paru-parunya sehingga ia harus selalu memakai selang dan membawa tabung oksigen ke mana-mana. Awalnya ia tidak suka datang ke Support Group, di mana anak-anak pengidap kanker bertemu dan saling menguat. Tetapi di situlah ia bertemu Augustus Waters (Ansel Elgort), seorang mantan pemain baseball yang kehilangan sebelah kakinya akibat kanker tulang. Hazel mengenalkan buku kesayangannya yang telah dibacanya berkali-kali: An Imperial Affliction (AIA) karya Peter Van Houten (Willem Dafoe) kepada Augustus. AIA berakhir di tengah kalimat, nyaris seperti salah cetak. Hazel paham bahwa pasti itu terjadi sebagai gambaran bahwa tokoh utamanya, Anna yang juga pengidap kanker, telah meninggal, sehingga ceritanya berhenti sampai situ. Tetapi meskipun bukunya fiksi, Hazel sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada tokoh-tokoh lainnya, sehingga ia selalu bermimpi untuk bisa menanyai Peter Van Houten. 

Akibat diskusi asik dengan Gus (Augustus Waters) mengenai buku ini, keduanya saling tertarik dan jatuh cinta. (Akting Shailene Woodley dan Ansel Elgort sebagai sejoli disini sangat cocok, walaupun sempat beradaptasi dulu karena sebelumnya melihat keduanya beradu peran sebagai  Kakak-Adik pada film Divergent). Kalimat-kalimat romantisa yang dikeluarkan dua muda-mudi ini tidak terdengar gombal dan picisan. John Green berhasil membawa pembacanya meresapi dunia remaja yang sedang jatuh cinta namun kebetulan sedang sakit, bukan remaja yang sedang sakit namun kebetulan sedang jatuh cinta


Gus dan Hazel kemudian terbang ke Amsterdam untuk menemui van Houten, ternyata ketika sampai disana, keduanya justru menerima perilaku yang kasar dan tanggapan yang sangat mengecewakan dari penulis idolanya itu. Tetapi setelah diperhatikan, sikap van Houten ini berkaitan terhadap potongan adegan sesudahnya, yakni saat Gus mengaku bahwa ia mengalami kekambuhan sekaligus metastasis kankernya. Beberapa hari setelah kembalinya dari Amsterdam, Gus meninggal. (ini kejadian yang sangat tidak bisa ditebak --siapa sangka Gus akan meninggal lebih dulu). Namun sebelum kepergiannya, Augustus telah mempersiapkan eulogy, agar supaya setelah ia meninggal, Hazel tetap mendapatkan keinginannya. So sweet kan? Lebih bagusnya lagi, lewat eulogy itu kita akhirnya bisa paham mengapa Augustus menyukai Hazel. Dan mengapa Hazel bisa menyukai Augustus. 

Favorable quote :
"I tried to tell myself that it could be worse, that the world was not a wish-granting factory, that I was living with cancer not dying of it, that I mustn't let it kill me before it kills me"

“I spent your Wish on that doucheface,” I said into his chest.
“Hazel Grace. No. I will grant you that you did spend my one and only Wish, but you did not spend it on him. You spent it on us.”

"I didn't tell him that the diagnosis came three months after I got my first period. Like: Congratulations! You're a woman. Now die"

























Sabtu, 15 November 2014

Lucy (2014)


Sutradara : Luc Besson |
Produser : Christohe Lambert, Luc Besson |
Writer : Luc Besson
Genre : Action, Sci-Fi
Durasi : 90 min



Lagi-lagi, alasan menonton film ini karena bergenre science fiction. Lucy termasuk salah satu film yang You Should Watch, tidak hanya karena bergenre science fiction, namun juga karena akting si tokoh utama, Lucy,  yang diperankan oleh Scarlett Johansson dapat dinikmati dengan sangat mulus. Efek visualisasi yang mengagumkan dan improvisasi ide yang lumayan gila. Didukung oleh aktor kenamaan Morgan Freeman, film ini pun menjadi film yang cukup menjajikan kesuksesannya.


Scarlett Johansson memulai cerita sebagai seorang perempuan biasa yang lugu (dan terkesan tidak tahu apa-apa), kemudian ia diculik oleh sekawanan mafia untuk menyelundupkan obat-obatan terlarang berdosis tinggi, yaitu CPH4. Di lain cerita, profesor Norman (Morgan Freeman) yang merupakan ilmuwan, sedang melakukan riset mengenai kemampuan otak manusia. Para mafia yang menggunakan tubuh Lucy sebagai media penelundupan obat, terkejut ketika mengetahui obat yang ditaman ditubuh Lucy ternyata bocor dan bereaksi dengan sistem DNA nya. Seketika itu, Lucy merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan manusia pada umumnya. Ia dapat mengingat memori memori terkecil disetiap kehidupannya. (pada scene inilah Scarlett Johansson terlihat sangat pintar dan mencengangkan). Kemudian, Lucy meminta bantuan kprofesor Norman untuk mengatasi 'masalah'nya.

Seperti halnya film bergenre sci fi lainnya, Lucy bukansekedar cerita biasa tentang kriminal dan balas dendam. Film ini menawarkan beberapa hal untuk dipikirkan. Pengetahuan yang disampaikan profesor Norman saat mengajar diperkuliahan, mempunyai filosofi dan pengetahuan yang dibagi tanpa membuat bosan para penonton. Mungkin banyak yang tidak puas dengan endingnya (saat keluar dari gedung bioskop, orang-orang dibelakangku pada ngomong 'film apanih kok geje ternyata' 'aku nggak paham, kok endingnya gini sih') namun hal itu yang paling masuk akal untuk mengakhiri cerita. Film ini tidak hanya melibatkan deretan cast berbakat, namun juga menawarkan sesuatu ide untuk dipikirkan. Tapi komentar kakakku tentang film ini; 'nggak usah terlalu dipikirin film ini, ini cuma teori fiktif -yang mencoba menyaingi teori kecepatan cahaya'.

Best : Tidak ada adegan yang disturbing seperti kebanyakan film film barat lainnya
Worst : Alur cukup slow untuk kelas film action

My score : 7/10



Jumat, 14 November 2014

Do It Yourself : indomie kuah susu

I try to make it many month ago, its all started when my friend upload her indomie kuah susu (plus cheddar) at twitter. Oh gosh, this is the right answer for What's a popular food you find disgusting(?) on ask.fm. lol. Still stuck on how sweet, oily and salty mix into a pan, back then i would challenging to make this experimental food. Indomie kuah susu without cheddar, i think just mix sweet and oily has already silly silly food itself. And this the step :




composition :
1. Indomie kuah in whatever flavor.
2. Vanilla full cream milk. I use hilo vanila low fat bcs its my daily milk
    (Hint: you can use Bear Brand milk for extra creaminess)

 scroll down for your (silly) noodle!

1. Boil your noodle like usually you make it



2. While your Indomie is being cooked to its slimy delicious death, heat up your milk. Stir it to prevent the milk from forming gross ass lumps (learned this the hard way). Keep stirring.

3. Take your indomie and move into a bowl when you think that's cooked well (you know how to do this, simple shit)

4. Add the seasoning powder, chili powder and oil seasoning if it's your usually thing.
Hint from a friend: if you can't stand the overwhelming creaminess you might want to add the oil seasoning. It will make your Indomie less creamy-milky and taste more like, well, Indomie.
More hint: milk neutralizes spicy food so if you're into hardcore spicy Indomie you might want to get extra chili powder to chuck in.

5. Pour your Hi-Lo vanilla in! Mix that silly together! Things are starting to look right and you are one step closer to instant noodle era y-generation!!!



6. DONE!! You successfully made your own Indomie kuah susu and now it's time to say "once you eat indomie kuah susu you'll never eat indomie kuah aja".


It's like normal Indomie but with creamy pasta, like sauce (and additional 500 calories but it's SO WORTH IT). The best thing about this is that it's also dirt cheap and easy to make. Home alone, hungry and broke as fuck? no prob, get your ass to the nearest Indomaret and get all the ingredients for less than Rp 10.000. Anyway you can add an egg for your extra healty. Just repeat this step for your dinner tomorrow.Trust me on this one.

The Giver (2014)

 Sutradara : Phillip Noyce
Writer : Michael Mitnick, Robert B, Lois Lowry (book) |
 Durasi : 97 min |
Genre : Drama, Sci-Fi


Film adapted dari novel dengan judul yang sama ini, menjadi movie yang to be watch karena salah satu pemainnya adalah Taylor Swift (meskipun Tay keluar dikit banget, cuma 3 menitan). Selain itu genre dari novelnya juga interest, yakni young adult dengan tema dystopian.

Dunia yang digambarkan pada film ini adalah suatu komunitas yang terkendali dan teratur, tanpa ada perang, ketakutan, kesakitan dan perbedaan. Oleh sebab itu, pada komunitas ini tidak mengenal iri, dengki, persaingan. Semua orang memiliki perannya masing-masing. Jonas (Brenton Thwaites) terpilih menjadi Sang Penerima Kenangan oleh chief elder (Meryl Streep) untuk menerima latihan khusus. Disinilah ia bertemu dengan The Giver/Sang Pemberi (Jeff Bridges). Selama ini Sang Pemberi memiliki ingatan mengenai hal-hal yang tidak diingat oleh anggota komunitas tersebut. Seperti rasa sakit, dsb. Dan betapa takjub  Jonas menerima kebenaran sesungguhnya. Kejanggalan mulai terjadi di diri Jonas dan dirasakan oleh Ibu Jonas (Katie Holmes) dan Ayah Jonas (Alexander Skarsgard) akibat dari ingatan yang diberikan oleh Sang Pemberi. Teman-teman semasa kecil Jonas yaitu Fiona (Odeya Rush) dan Asher (Cameron Monaghan) berusaha membantu Jonas untuk membuktikan apa yang sebenarnya terjadi. Di balik itu semua, pemimpin dengan julukan Chief Elder berusaha untuk menutup rapat-rapat apapun yang terjadi. Chief elder tidak menginginkan anggota komunitasnya mengetahui kenangan-kenangan yang sudah ditiadakan di komunitas tersebut. 

The Giver minim tantangan, tidak seperti rekannya Divergent atau The Hunger Games dengan “bahaya” yang jelas-jelas mengintai. Konflik cerita juga tidak sedalam rekan-rekannya, sehingga The Giver pun terasa dangkal. Tapi The Giver cukup memberi pesan moral yang dalam. Dari segi casting, Taylor Swift difilm pertamanya ini tidak terlalu kaku saat berperan sebagai Rosemary. Brenton Thwintes sebagai Jonas, yang juga pernah bermain di film Maleficent ini, membuat tokoh Jonas lumayan menjanjikan, tetapi lawan mainnya Odeya Rush masih terlalu kaku.

message : 
Dengan menonton film ini anda akan menemukan sebuah fakta baru disadari, yang worth it menurutku, membuat kita berpikir bahwa dunia kita yang sekarang ini, yang penuh emosi, perbedaan dan persaingan adalah dunia yang lebih baik. Sementara dunia yang teratur, tenteram, karena diatur oleh orang-orang tertentu, bukanlah dunia yang baik dan tidak enak dijalani. Teori konspirasi juga secara tidak langsung ada dalam cerita ini.

my score : 6/10

House of Sampoerna

Hello,
So in an attempt to get myself back into blogging I decided to write a new feature! It's kinda like a summary of the month as long as i don't blogging, in which I will write about my favorite activities, books, movies, blogs, etc. Hopefully I can keep up with this (mood to write and out from comfort zone) --that I will post at the end of every month, I'm really excited to share my love for things that inspire me and make me happy with you! Enjoy 


 Since : 1893 M

A view days ago I went to House of Sampoerna Museum (HoS) with my friend. The wonderful Dutch colonial-style building is located in the old part of Surabaya*. It has exhibits on the use of cloves and the history of clove cigarettes in Indonesia. When I first entered the building, the smell of cloves and tobacco was in the air. Other exhibits include personal belongings of Liem Seeng Tee‚ the founder of Sampoerna. There were a bike, family photos from various eras, even a kebaya that was once owned by his wife.

The building was intented to be used as Sampoerna’s first major cigarette production factory, and it still is! Upstairs there's an unforgettable view through its wide glass panel where you can see the factory’s shop floor, where hundreds of ladies hand roll, trim and pack the Dji Sam Soe brand in frenzied and feverish place. Then you'll find book(s) which one tell us about Soerabaja tempoe doeloe.

As we exited this main museum building, we headed for the art gallery of HoS. The place was cozy, a batik art exhibition ongoing take place there. At the first floor we found Madura ethnic batik, then at the second floor are for other ethnic batik from another district.


The buildings at this site are fantastic, they have fascinating exhibits, and the best thing is that the entry is free!


*How to get there by public transportation :
-Start from terminal Purabaya --> naik bis kota jurusan JMP lalu jalan kaki (JMP-HoS +/- 200m)
-Start from terminal Bratang --> naik angkot O atau Q, berhenti di JMP, lalu jalan kaki 
-Start from Unair B --> naik angkot O atau Q, berhenti di JMP, lalu jalan kaki